PROBLEMATIKA BANJIR DI WILAYAH SEMARANG
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah umum pendidikan lingkungan hidup
Disusun
oleh :
1.
Fitriyatun
munawaroh (7101412081)
Rombel 38
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat ALLAH SWT. Yang telah melimpah curahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah umum ( MKU ),
yaitu dengan judul “PROBLEMATIKA BANJIR
DI WILAYAH SEMARANG”. Adapun makalah ini di buat untuk
menjelaskan tentang adanya banjir yang melanda khususnya di
wilayah semarang .
Banjir
dan masalah lingkungan yang terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan
dari pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum
yang dapat dicatat BPS Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama
kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penduduk yang datang di Kota
Semarang berturut-turut adalah 34.270 orang pada tahun 2002
Besar
harapan kami untuk makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya agar lebih memaknai kenapa harus adanya demo, dan sebelumnya kami
mengharapkan kritik dan saran atas makalah yang kami buat, karena kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih kurang baik dengan itulah kami
bisa memperbaikinya kembali.
Semarang , April
2013
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ditinjau dari karakteristik
geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah salah satu kawasan rawan
bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi
wilayah penduduk padat. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian adalah miskin
dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut
terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih
tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur (Bakornas PB, 2007).
Banjir dan masalah lingkungan yang terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum yang dapat dicatat BPS Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penduduk yang datang di Kota Semarang berturut-turut adalah 34.270 orang pada tahun 2002, selanjutnya 37.063 orang (tahun 2003), 35.105 orang (tahun 2004), 30.910 orang (tahun 2005), dan 42.714 orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 kecamatan yang tergolong padat, juga kedatangan penduduk yang cukup banyak pada tahun 2006. Lima kecamatan itu adalah Banyumanik yang kedatangan 4.128 orang, Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Kecamatan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan Ngaliyan 4.059 (Wawasan, 13/01/09). Salah satu penyebab dari peningkatan jumlah penduduk yang ada di semarang yaitu karena semarang terdapat universitas-universitas yang cukup ternama sehingga menjadi bidikan calon mahasiswa baru di seluruh penjuru Indonesia, misalnya Universitas Negeri semarang ataupun IAIN Semarang dan IKIP PGRI Semarang. Sehingga banyak para pendatang yang memadati Semarang.
Banjir dan masalah lingkungan yang terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum yang dapat dicatat BPS Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penduduk yang datang di Kota Semarang berturut-turut adalah 34.270 orang pada tahun 2002, selanjutnya 37.063 orang (tahun 2003), 35.105 orang (tahun 2004), 30.910 orang (tahun 2005), dan 42.714 orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 kecamatan yang tergolong padat, juga kedatangan penduduk yang cukup banyak pada tahun 2006. Lima kecamatan itu adalah Banyumanik yang kedatangan 4.128 orang, Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Kecamatan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan Ngaliyan 4.059 (Wawasan, 13/01/09). Salah satu penyebab dari peningkatan jumlah penduduk yang ada di semarang yaitu karena semarang terdapat universitas-universitas yang cukup ternama sehingga menjadi bidikan calon mahasiswa baru di seluruh penjuru Indonesia, misalnya Universitas Negeri semarang ataupun IAIN Semarang dan IKIP PGRI Semarang. Sehingga banyak para pendatang yang memadati Semarang.
Namun secara teoritis keilmuan,
adapun lima potensi banjir di Semarang menurut Pramono SS (2002) adalah sebagai
berikut :
1. karakteristik geografi, Kota
Semarang memiliki daerah-daerah potensi banjir, karena adanya perbedaan tinggi
dataran antara wilayah utara dan ilayah selatan. Kondisi ini terjadi karena
adanya banjir kiriman dari wilayah selatan Kota Semarang dan kabupaten
Semarang.
2. adanya perubahan pemanfaatan lahan
dari hutan karet menjadi perumahan di wilayah kecamatan Mijen memperbesar
kerusakan di daerah tersebut. Akibatnya jumlah air hujan yang mengalir ke
wilayah Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah tersebut terkena musibah
banjir; padahal sebelumnya di daerah tersebut belum pernah terkena banjir.
Selain penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan yang terjadi di wilayah
Kabupaten Semarang dari areal pertanian menjadi areal perumahan baru. Penyebab
lain, banyak sungai yang berhulu di daerah Kabupaten Semarang melewati Kota
Semarang.
3. adanya pengeprasan bukit di beberapa
tempat mengakibatkan perubahan pola aliran air, erosi, dan mempertinggi
kecepatan air, sehingga membebani pengairan.
4. pembangunan rumah liar di atas
bantaran sungai, pembuatan tambak yang mempersempit sungai dan penutupan saluran
di daerah hilir.
5. permasalahan non-teknis yaitu
perilaku masyarakat kota Semarang yang buruk. Perilaku membuang sampah di
saluran dan di sembarang tempat. Rendahnya kesadaran masyarakat koa ditunjukkan
sewaktu banjir di beberapa jalan protokol kota Semarang diakibatkan adanya
saluran yang tersumbat, namun masyarakat tidak segera mengatasinya melainkan
menunggu petugas dari pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi permasalahan
pada saluran tersebut.
Namun, dari kelima potensi diatas,
bukan berarti tidak ada penyelesaian bagi masalah banjir di wilayah Semarang.
Peran pemerintah, lembaga-lembaga kemasyarakatan dan seluruh elemen masyarakat
sangat dibutuhkan guna tercapainya penyelesaian dari masalah banjir yang selama
ini selalu menghantui warga Semarang.
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian atau
definisi dari “Banjir” serta proses terjadinya secara umum.
2. Untuk mengetahui penyebab dari banjir yang sering melanda wilayah semarang.
3. Untuk mengetahui dampak bencana
banjir
4. Untuk mengetahui solusi-solusi untuk
mengatasi banjir di wilayah semarang.
5. Untuk mengetahui metode yang
digunakan dalam pengendalian banjir.
6. Untuk mengetahui langkah-langkah
dalam mitigasi banjir.
C.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian atau definisi “Banjir” dan proses terjadinya?
2. Apakah
penyebab bencana banjir selalu menggenangi wilayah Semarang?
3. Bagaimanakah
dampak bencana banjir?
4. Bagaimanakah
solusi mengatasi banjir yang selalu menggenangi semarang?
5. Bagaimanakah
metode yang digunakan dalam penegndalian banjir pada umumnya?
6. Bagaimanakah
langkah-langkah dalam mitigasi banjir?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
atau definisi serta proses terjadinya banjir secara umum
1. Menurut Departemen Kimpraswil
(2001), Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran air tidak tertampung
oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan, dan atau genangan pada lahan
yang semestinya kering.
2. Banjir adalah peristiwa terbenamnya
daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat (Wikipedia,
2009).
3. Himpunan Ahli Tehnik (1984), Banjir
adalah peristiwa terjadinya genangan pada daerah yang biasanya kering.
Banjir merupakan kejadian hidrologis
yang dicirikan dengan debit dan/atau muka air yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan penggenangan pada lahan disekitar sungai, danau, atau system air
lainnya.
Air hujan yang jatuh kebumi, tidak
seluruhnya terserap kedalam tanah dan tertahan oleh vegetasi yang ada, namun
ada sebagian yang jatuh langsung ke laut, namun sebagian harus mengalami
perjalanan dahulu melalui DAS atau daerah aliran sungai, nantinya air tersebut
akan bermuara ke laut ataupun ke sungai-sungai yang lebih rendah. Dalam
perjalanannya itu, air yang mengaliri DAS membawa materi-materi hasil erosi
sehingga makin lama DAS di daerah dataran rendah makin lama makin dangkal dan
akhirnya bisa menghilang akibat tersedimentasi oleh materi-materi yang dibawa
air dari dataran yang lebih tinggi tadi. Hal itu wajar adanya dan merupakan
proses alam, namun terkadang proses alam tersebut berjalan sangat cepat karena
campur tangan manusia sehingga menyebabkan ketidakseimbangan alam, contohnya
jika didataran tinggi terutama, dilakukan penggundulan hutan,maka air hujan
yang jatuh kebumi, akan sedikit sekali yang tertahan di dataran tinggi,
sehingga menyebabkan air yang mengalir kedataran rendah menjadi bertambah, akibatnya,
kapasitas sungai dan DAS tidak mencukupi sehingga terjadilah peluberan aliran
air yang disebut banjir. Ditambah apabila terdapat penghalang pada DAS yang
akan memperlambat aliran air, misalnya batu besar, batang pohon, maupun sampah.
B.
Penyebab Banjir di Wilayah semarang
Banjir di dataran alluvial
sungai dan alluvial pantai Semarang dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam banjir, antara lain :
1. Banjir kiriman, yang terjadi secara
periodik setiap tahun dan melanda daerah sekitar pertemuan Kali Kreo, Kali
Kripik, dan Kali Garang sampai di Kampung Bendungan disebabkan oleh:
ü Peningkatan debit air sungai yang
mengalir dari DAS Garang (luasnya 204 km2), DAS Kreo (luasnya 70 km2), dan DAS
Kripik (luasnya 34 km2). Peningkatan debit ini disebabkan oleh: intensitas
hujan yang besar, atau intensitas hujan yang sama namun jatuh pada wilayah yang
telah berubah atau telah mengalami konversi penggunaan lahan. Misalnya yang
awalnya hutan atau lahan yang memiliki vegetasi banyak, namun diubah menjadi
perumahan atau bangunan-bangunan lainnya..
ü Berkurangnya kapasitas pengaliran
atau daya tampung saluran atau sungai tersebut, sehingga air meluap menggenangi
daerah di sekitarnya.
ü Banjir kiriman ini diperparah oleh
kiriman air dari daerah atas yang semakin besar, sebagai konsekuensi bertambah
luasnya daerah terbangun yang merubah koefisien alirannya.
2. Banjir lokal yang lebih bersifat
setempat, sesuai dengan atau seluas kawasan yang tertumpah air hujan, terjadi
disebabkan oleh:
ü Tingginya intensitas hujan.
ü Belum tersedianya sarana drainase
yang memadai.
ü Penggunaan saluran yang masih untuk
berbagai tujuan (multipurpose) baik untuk penyaluran air hujan, limbah,
dan sampah rumah tangga, padahal belum bisa diimbangi oleh air penggelontoran
yang dialirkan.
ü Banjir lokal ini diperparah oleh
fasilitas bangunan bawah tanah (pipa PAM, kabel Telkom, dan PLN) yang
kedudukannya sangat mengganggu drainase.
3. Sedangkan banjir rob yang melanda
daerah-daerah di pinggiran laut atau pantai disebabkan oleh:
ü Permukaan tanah yang lebih rendah daripada
muka pasang air laut.
Setiap
tahunnya wilayah semarang mengalami penurunan ± 2-3 cm pertahunnya, hal ini
karena sebagian wilayah semarang khususnya semarang bawah merupakan wilayah
hasil reklamasi atau penggurukan, sehingga kepadatannya tidak sekuat tanah yang
terbentuk secara alami, selain itu, pembangunan gedung-gedung yang berbobot
berton-ton juga menyebabkan wilayah semarang bawah semakin tertekan kebawah.
ü Bertambah tingginya pasang air laut.
adanya
pemanasan global atau global warming, menyebabkan es dikutub utara maupun
selatan mencair, akibatnya volume airpun bertambah dan menyebabkan laut
mengalami penambahan atau peninggian muka air laut, tidak terkecuali semarang.
ü Sedimentasi dari daerah atas (burit)
di muara sungai (Kali Semarang, Banjir Kanal Barat, Kali Silandak, Kali Banger,
Silandak Flood Way, Baru Flood Way, dan kali Asin) maupun sedimentasi air laut
khususnya oleh pasang surut (rob), di samping oleh pengaruh gelombang dan arus
sejajar pantai, sehingga terjadi pendangkalan muara yang berakibat mengurangi
kapasitas penyaluran dan akibat selanjutnya menambah parah banjir di
sekitarnya.
C.
Dampak
Banjir
Banjir yang besar memiliki
dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi
dan lingkungan.
1. Dampak fisik adalah kerusakan pada
sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.
2. Dampak sosial mencakup kematian,
risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan
pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas
kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air , dan kebutuhan-kebutuhan
dasar lainnya.
3. Dampak ekonomi mencakup kehilangan
materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat
bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
4. Dampak lingkungan mencakup
pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan
disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.
Dampak banjir terhadap masyarakat
tidak hanya berupa kerugian harta benda dan bangunan. Selain itu, banjir juga
mempengaruhi perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat secara
keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007).
Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek (sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut:
Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek (sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut:
1. Aspek penduduk, antara lain berupa
korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang,
pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain
berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan
kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa
hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan dan
hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.
4. Aspek sarana-prasarana, antara lain
berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran,
fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan
komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa
kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air
bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.
Yang terpenting dalam keadaan banjir
adalah bahaya timbulnya penyakit akibat banjir yang mengancam masyarakat dari
semua golongan. Hal ini dikarenakan banyaknya sampah yang terhanyut terbawa air
banjir, air got yang bersatu dengan air banjir yang menimbulkan bau yang tidak
sedap ataupun septik tank yang luber dan isinya terbawa air kemana-mana, Akibatnya
lingkungan kita menjadi sangat kotor, sehingga mempermudah timbulnya penyakit
pasca banjir: diare, DBD, leptospirosis, ISPA, cacingan dan berbagai penyakit
penyerta lain. Bahkan tidak jarang juga menimbulkan kasus penyakit yang luar
biasa (outbreak). Banjir juga menimbulkan dampak menurunnya kondisi tubuh &
daya tahan terhadap stress (Wijaya. 2008).
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008) tentang penyakit pasca bencana yang sering ditemukan:
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008) tentang penyakit pasca bencana yang sering ditemukan:
ü Polusi udara berdampak sakit batuk
sesak.
ü Makanan dan minuman yang terkontaminasi
menyebabkan diare akut.
ü Tikus-tikus baik yang mati atau
hidup akibat bencana banjir berpotensi menularkan kuman pes dan leptospira.
ü Air kemih tikus perlu dicermati
penyakit leptospira.
ü Peningkatan populasi nyamuk Aedes
aegypti maupun Albocpitus yang menularkan virus dengue maupun Chikungunya.
ü Dampak trauma kepala dan patah
tulang, dibutuhkan kerjasama dengan dokter ahli bedah umum maupun bedah tulang.
D.
Solusi Mengatasi Banjir di Wilayah
Semarang
Menurut Yusuf Y (2005),
langkah-langkah untuk menangani banjir dibagi menjadi tiga, yaitu:
langkah-langkah untuk menangani banjir lokal, banjir genangan, dan banjir rob.
1. Untuk menangani banjir lokal perlu
diambil langkah-langkah sebagai berikut: di Semarang Barat perlu dibangun
saluran sabuk, di daerah hilir perlu normalisasi banjir kanal barat dan banjir
kanal silandak untuk mengembalikan kepada kapasitas rancangan, di daerah hulu
(lahan burit) perlu diatur dengan PERDA tentang kawasan dapat terbangun, kawasan
konservasi, dan pembuatan sumur resapan sehingga fungsi daerah atas sebagai
daerah resapan terjamin.
2. Untuk menangani banjir genangan
perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: saluran drainase yang ada
sebaiknya digunakan untuk mengalirkan air hujan saja (single purpose)
dan perlu dibangun saluran tersendiri untuk limbah dan keperluan lainnya,
normalisasi dan pemeliharaan saluran-saluran drainase yang ada, perbaikan inlet
yang sesuai dengan kapasitas debit yang harus dialirkan, penyusunan PERDA tentang
bangunan bawah tanah untuk infrastruktur PLN, PDAM, TELKOM, atau instansi
lainnya dan pengaturan luas lahan terbangun, penyuluhan terhadap masyarakat.
3. Untuk menangani banjir rob perlu
diambil langkah-langkah sebagai berikut: pembangunan drainase nongravitasi di
Kali Asin, Baru, dan Banger, pembuatan PERDA pengembangan wilayah pantai
(termasuk reklamasi) tanpa bangunan atau gedung-gedung dan izin peil bangunan yang dikaitkan dengan
IMB, serta penertiban dan memperketat perizinan air bawah tanah.
Selain yang disebutkan diatas, hal
yang paling utama yaitu memperhatikan system drainase yang baik.
Sistem drainase merupakan suatu
sistem untuk mengalirkan atau membuang air hujan yang jatuh di suatu daerah
agar tidak terjadi genangan atau banjir (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
Pada prinsipnya ada dua macam drainase, yakni drainase untuk daerah perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi antara pengembangan perkotaan, daerah rural, dan daerah aliran sungai atau DAS (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
Drainase memiliki berbagai fungsi, antara lain: membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau banjir, memperkecil risiko kesehatan lingkungan, yakni bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya, sebagai pembuangan air rumah tangga (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
Ukuran dan kapasitas saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena semakin luas daerah alirannya.
Adapun berbagai kendala di dalam pemeliharaan sistem drainase di wilayah kota dengan permukiman yang padat: kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk tata guna lahan tertentu, sulitnya memelihara saluran karena bagian atas sudah ditutup oleh bangunan, banyaknya sampah domestik yang menumpuk di saluran sehingga mengurangi kapasitas dan menyumbat saluran. Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase) sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Terbatasnya dana untuk pemeliharaan saluran. Sistem drainase seringkali tidak berfungsi optimal karena pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase seperti jalan, kabel TELKOM, pipa PDAM. Secara estetika, drainase bukan merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai tempat pembuangan air dari semua sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau tidak sedap. (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
Pada prinsipnya ada dua macam drainase, yakni drainase untuk daerah perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi antara pengembangan perkotaan, daerah rural, dan daerah aliran sungai atau DAS (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
Drainase memiliki berbagai fungsi, antara lain: membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau banjir, memperkecil risiko kesehatan lingkungan, yakni bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya, sebagai pembuangan air rumah tangga (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
Ukuran dan kapasitas saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena semakin luas daerah alirannya.
Adapun berbagai kendala di dalam pemeliharaan sistem drainase di wilayah kota dengan permukiman yang padat: kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk tata guna lahan tertentu, sulitnya memelihara saluran karena bagian atas sudah ditutup oleh bangunan, banyaknya sampah domestik yang menumpuk di saluran sehingga mengurangi kapasitas dan menyumbat saluran. Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase) sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Terbatasnya dana untuk pemeliharaan saluran. Sistem drainase seringkali tidak berfungsi optimal karena pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase seperti jalan, kabel TELKOM, pipa PDAM. Secara estetika, drainase bukan merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai tempat pembuangan air dari semua sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau tidak sedap. (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).
E.
Metode Pengendalian Banjir
Menurut Kodoatie RJ dan Sjarief R (2005)
beberapa metode pengendalian banjir antara lain:
Ø Metode-Non-Struktur
Yang termasuk metode ini antara lain: pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), pengaturan tata guna lahan, law enforcement, pengendalian erosi di DAS, pengaturan dan pengembangan daerah banjir.
Yang termasuk metode ini antara lain: pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), pengaturan tata guna lahan, law enforcement, pengendalian erosi di DAS, pengaturan dan pengembangan daerah banjir.
Ø Metode-Struktur: Bangunan Pengendali
Banjir
Yang termasuk metode ini antara lain: bendungan (dam), kolam retensi, pembuatan check dam (penangkap sedimen), bangunan pengurang kemiringan sungai, groundsill, retarding basin, pembuatan polder.
Yang termasuk metode ini antara lain: bendungan (dam), kolam retensi, pembuatan check dam (penangkap sedimen), bangunan pengurang kemiringan sungai, groundsill, retarding basin, pembuatan polder.
Ø Metode Struktur: Perbaikan dan
Pengaturan Sistem Sungai
Yang termasuk metode ini antara lain: sistem jaringan sungai, pelebaran atau pengerukan sungai (normalisasi), perlindungan tanggul, tanggul banjir, sudetan (by pass), floodway.
Yang termasuk metode ini antara lain: sistem jaringan sungai, pelebaran atau pengerukan sungai (normalisasi), perlindungan tanggul, tanggul banjir, sudetan (by pass), floodway.
F.
Langkah-langkah dalam Mengatasi
Banjir
Menurut Depkes RI (2002), masyarakat perlu juga bersikap dan bertindak untuk mengantisipasi datangnya banjir. Misalnya dengan melakukan hal-hal berikut ini:
Ø Menjauhi daerah rawan banjir dalam
membuka permukiman.
Ø Bagi yang sudah telanjur bermukim di
daerah banjir, sebaiknya meninggikan lantai rumah hingga di atas permukaan air
banjir.
Ø Mengembangkan sistem peringatan dini
terhadap banjir di lingkungan masing-masing. Misalnya dengan sirene.
Ø Mengetahui ke mana harus mengungsi
dan meminta pertolongan kesehatan bila datang banjir.
Ø Mengetahui dan menyiapkan dengan
cepat apa yang terpenting untuk dibawa tatkala mengungsi. Yaitu pakaian, air
minum, sabun, pasta gigi, obat-obatan, dan bahan makanan yang tahan lama.
Ø Mengetahui dan dapat melakukan
dengan cepat hal-hal penting sebelum meninggalkan rumah untuk mengungsi.
Misalnya memutus aliran listrik (menurunkan sekering listrik).
Ø Menyiapkan sarana transportasi air
yang diperlukan ketika terjadi banjir.
Ø Membantu pengamanan dan keberhasilan
usaha-usaha pengungsian dan penyelamatan (evakuasi), sehingga memperkecil
jumlah korban dan kerugian yang timbul.
G. Mitigasi Banjir dengan Bantuan
Masyarakat
Menurut UNESCO (2008), banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan-tindakan seperti:
Menurut UNESCO (2008), banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan-tindakan seperti:
Ø Membersihkan selokan, got dan sungai
dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air keluar dari daerah
perumahan dengan maksimal.
Ø Membuat sistem dan tempat pembuangan
sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya sampah ke sungai atau selokan.
Ø Menambahkan katup pengaturan, drain,
atau saluran by-pass untuk mengalirkan air keluar dari perumahan. Memperkokoh
bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, dan membuat bidang
resapan di halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.
Ø Memindahkan rumah, bangunan dan
konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga daerah tersebut dapat
dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air yang tidak dapat ditampung dalam
badan sungai saat hujan.
Ø Penghutanan kembali daerah tangkapan
hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan dan semak belukar.
Ø Membuat daerah hijau untuk menyerap
air ke dalam tanah.
Ø Melakukan koordinasi dengan
wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan
untuk menghindari banjir yang dapat juga berguna bagi masyarakat di daerah
lain.
Tindakan-tindakan pencegahan ini
sebaiknya dimulai dan dilaksanakan 2-3 bulan sebelum musim hujan. Permohonan
untuk dukungan dapat ditujukan kepada institusi pemerintahan seperti Departemen
Pekerjaan Umum atau Dinas Kebersihan untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat digaris bawahi bahwa banjir
adalah suatu keadaan dimana sungai ataupun DAS sudah tidak sanggup untuk
menahan debit air yang terlalu besar akibat penambahan volume air secara
singkat dan berlebihan karena suatu
sebab, bisa karena factor alam, maupun akibat ulah manusia yang menyebabkan
rusaknya elemen-elemen yang dapat menahan air tetap berada di dataran tinggi
dan tidak langsung mengaliri daerah yang lebih rendah.
Banjir yang terjadi di wilayah
semarang disebabkan oleh tiga factor, yaitu banjir akibat kiriman dari daerah
lain, banjir local akibat hujan yang mengguyur wilayah tertentu di wilayah
semarang dan yang paling umum adalah banjir rob.
Banjir yang terjadi di wilayah
semarang maupun wilayah lain memiliki dampak yang nyata bagi lingkungan dan masyarakatnya,
mulai dari segi social, ekonomi, pemerintahan, individu maupun kejiwaan.
Namun, setiap masalah pasti ada
solusinya, seperti halnya banjir di semarang, kuncinya adalah peran serta semua
lembaga masyarakat, mulai dari lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan,
dan yang utama adalah masing-masing individu harus sadar bahwa wilayah itu
milik bersama dan untuk bersama sehingga akan muncul sikap saling menjaga dan
melestarikan alam sekitarnya.
B.
Saran
Dalam penanganan masalah-masalah
terutama yang menyangkut kelingkungan alam serta kehidupan manusia, perlu
adanya kerjasama yang sangat kuat pada masing-masing individu, masyarakat dan
lembaga-lembaga yang ada, serta rasa saling menjaga dan memiliki yang akan
membuat kita sadar akan berharganya alam dan keseimbangannya
DAFTAR PUSTAKA
Arduino,
G., Langenhorst, H., Siska, E. M., 2007, Petunjuk Praktis Partisipasi
Masyarakat dalam Penanggulangan Banjir, UNESCO Office Jakarta.
Pramono SS. Analisis Penyelesaian Masalah Banjir di Kota Semarang dengan Pendekatan Sistem Peringkat Komunitas (SPK). Jurnal Desain dan Konstruksi Vol. 1. No.2. Desember 2002:108-115.
Saputro, S., 1998, Telaah Geologi Thread Banjir dan Rob di Kawasan Pantai Semarang, Semarang, http://ik-ijms.com/category/year-1998/volume-iii-10/
Yusuf Y. Anatomi Banjir Kota Pantai Perspektif Geografi. Penerbit Pustaka Cakra Surakarta. 2005.
Pramono SS. Analisis Penyelesaian Masalah Banjir di Kota Semarang dengan Pendekatan Sistem Peringkat Komunitas (SPK). Jurnal Desain dan Konstruksi Vol. 1. No.2. Desember 2002:108-115.
Saputro, S., 1998, Telaah Geologi Thread Banjir dan Rob di Kawasan Pantai Semarang, Semarang, http://ik-ijms.com/category/year-1998/volume-iii-10/
Yusuf Y. Anatomi Banjir Kota Pantai Perspektif Geografi. Penerbit Pustaka Cakra Surakarta. 2005.